Sedangkan menurut Washburn, dengan percobaanya
terhadap balon,Washburn melatih dirinya sendiri dengan
menelan sebuah balon yang dihubungkan dengan suatu pipa, lantas balon tersebut
dipompa di dalam perutnya. Ketika balon sudah mengelembung, dia tidak merasa
lapar.
Tetapi teori ini terbantahkan dengan adanya kenyataan bahwa orang yang
lambungnya telah di angkat, ternyata masih merasa lapar. Kemudian muncul teori
gula darah yang menyatakan bahwa manusia merasa lapar ketika tingkat gula dalam
tubuh menjadi rendah.
Bash melakukan percobaan mentranfusi darah anjing yang kenyang ke darah
anjing yang sedang lapar. Tranfusi itu menyebabkan kontraksi lambung pada
anjing lapar menjadi berhenti lapar. sehinggan teori ini mendukung teori Gula
Darah, Namun, menurut LeMagnenmengemukakan bahwa tingkat
gula dalam darah tidaklah berubah banyak dalam keadaan normal.
Adapun teori Insulin menyatakan bahwa Rasa Lapar yang di alami manusia
terjadi pada saat insulin dalam tubuh manusia tiba-tiba naik. Namun teori ini
sepertinya menunjukan bahwa kita harus makan untuk bisa menaikan tingkat
insulin pada tubuh untuk menghilangkan rasa lapar.
Berbeda dengan teori Asam Lemak yang menyebutkan bahwa tubuh manusia
mempunyai reseptor yang mencium adanya peningkatan asam lemak. Kegiatan
reseptor karena adanya perubahan asam lemak lah memicu timbulnya rasa lapar.
Brobeck yang menyatakan dengan teori Produksi Panas, bahwa manusia merasa
lapar ketika suhu badan turun, dan ketika naik lagi, rasa lapar berkurang.
Inilah adalah satu alasan mengapa manusia lebih banyak makan ketika musim
dingin jika di bandingkan pada musim panas.
Contohnya pada pukul 12 siang, banyak orang merasa lapar hanya karena
waktu itu menjadi jam makan siang pada umumnya, rasa lapar itu terpicu dari
prilaku belajar atau kebiasaan. Lain itu juga, rasa, bau dan warna yang di
timbulkan makanan bisa menibulkan rasa lapar.
Faktor faktor yang diduga berpengaruh dalam mengontrol
pemasukan makanan antara lain :
. Ukuran Simpanan Lemak
Menurut teori lipostatik, peningkatan simpanan lemak di jaringan adiposa
memberikan sinyal kenyang.
Menurut teori ini, gliserol berfungsi
sebagai sinyal yang mengalir melalui darah antara simpanan lemak dan
daerah-daerah di otak yang mengontrol pemasukan makanan.
Jumlah gliserol dalam darah menjadi indikator yang menunjukkan jumlah
total lemak trigliserida yang tersimpan di jaringan lemak.
Pada teori ini, yang penting dalam penentuan lapar dan kenyang adalah
presentase pengisian setiap sel lemak. Dengan demikian, orang dengan jumlah sel
lemak banyak tetap merasakan lapar pada tahap orang normal merasa kenyang
karena sel-sel adiposa mereka belum kenyang
. Tingkat pemakaian glukosa (Teori Glukostatik)
Menurut teori glukostatik, rasa kenyang timbul karena sinyal yang
ditimbulkan oleh peningkatan penggunaan glukosa yang tersedia untuk digunakan
karena zat tersebut sedang diserap dari saluran pencernaan.
Setelah penyerapan makanan
selesai, terjadi penurunan penggunaan glukosa oleh sel yang membangkitkan rasa
lapar.
Yang mendukung teori ini adalah adanya anggapan bahwa peningkatan
insulin; suatu hormon yang dilepaskan pankreas untuk merangsang penyerapan,
penggunaan dan penyimpanan glukosa dan nutrien lain oleh sel, akan memberi
sinyal rasa kenyang.
. Intensitas Produksi Kekuatan Sel (teori iskimetrik)
Teori isketrik menerangkan bahwa sinyal untuk kontrol jangka-pendek
pemasukan makanan bukanlah defisit atau surplus salah satu nutrien utama, misal
glukosa, tetapi berkaitan dengan besarnya produksi tenaga sel (ATP).
Perubahan ketersediaan salah satu atau semua nutrien untuk sel dapat
menyebabkan peningkatan atau penurunan kecepatan pertukaran ATP/ADP, yang dapat
ditransduksikan menjadi semacam kekuatan sinyal saraf atau sinyal hematogen
rendah (rasa lapar) atau yang tinggi (rasa kenyang).
Tingkat Sekresi Kolesistokinin
Terdapat banyak bukti yang menyatakan kolesistokinin(CCK) ; hormon
saluran pencernaan yang dikeluarkan dari mukosa duodenum selama ingesti
makanan, merupakan sinyal rasa kenyang yang penting.
Kolesistokinin dikeluarkan sebagai respon terhadap adanya nutrien di
usus halus.
Melalui berbagai efek pada saluran pencernaan CCK mempermudah pencernaan
dan penyerapan nutrien-nutrien tersebut.
. Pengaruh Neurotransmitter
Berbagai sirkuit saraf di otak tampaknya ikut berperan dalam mengontrol
perilaku makan.
Pada hewan percobaan dengan otak yang dipajankan ke berbagai
neurotransmitter telah dibuktikan menginduksi pola pemasukan makanan.
Sebagai contoh norepinefrin dan neuropeptida Y meningkatkan konsumsi
karbohidrat sementara dopamin dan serotonin menekan konsumsi karbohidrat.
Bagaimana pengeluaran berbagai neurotransmitter ini dikaitkan dengan
kontrol pemasukan makanan masih belum jelas
6. Pengaruh Psikososial
Selain faktor-faktor involunter yang dapat timbul secara otomatis di
atas, kebiasaan makanan seseorang juga dibentuk oleh faktor psikologi dan
sosial. Seperti makan tiga kali sehari bukan karena lapar, namun karena
kebiasaan.
Kenikmatan yang diperoleh dari makan dapat memperkuat perilaku makan.
Makan makanan dengan rasa lezat, aroma menggugah selera, dan bentuk menarik
dapat meningkatkan nafsu makan dan pemasukan makanan. Hal ini dibuktikan dengan
eksperimen pada tikus-tikus yang ditawari berbagai makanan manusia yang lezat.
Tikus-tikus itu makan berlebihan sampai sebanyaj 70%-80% dan mengalami
kegemukan.
Stres, rasa cemas depresi dan rasa bosan juga dibutikan mengubah
perilaku makan melalui cara-cara yang tidak berkaitan dengan kebutuhan energi,
baik pada hewan percobaan dan manusia. Dengan demikian, setiap penjelasan
menyeluruh mengenai bagaimana pemasukan dikontrol harus memperhitungkan
tindakan-tindakan mengkonsumsi makanan secara volunter tersebut yang dapat
memperkuat atau mengalahkan sinyal-sinyal internal yang mengatur perilaku
makan.
Mekanisme Lapar dan Kenyang
Kontrol dari keseimbangan energi dan asupan makanan adalah fungsi utama
dari hipotalamus. Secara klasik, hipotalamus dianggap memiliki sepasang pusat
nafsu makan yang terletak di bagian lateral (luar) hipotalamus, satu di setiap
sisi, dan satu pasang pusat kenyang yang terletak di daerah ventromedial
(bawah-tengah
Sinyal dari nafsu makan akan membangkitkan sensasi dari rasa lapar yang
menyebabkan kita makan. Sebaliknya rasa kenyang akan menyebabkan kita berhenti
makan. Arcuate nucleus mempunyai dua subset neuron yang memiliki fungsi
berlawanan. Satu subset mengeluarkan neuropeptida Y dan yang lain mengeluarkan
melanocortins.
Neuropeptida Y adalah suatu stimulator nafsu makan yang paling potensial
yang akhirnya mengakibatkan adanya peningkatan asupan makanan yang juga akan
meningkatkan berat badan. Melanocortins adalah sekumpulan hormone yang secara
tradisonal diketahui memiliki fungsi penting untuk memvariasikan warna kulit
untuk tujuan penyamaran pada beberapa spesies. Saat ini, telah diketahui
ternyata melanocortins memiliki peranan tak terduga dalam homeostatis
energy.
Melanocortins yang dikenal dengan nama α melanocyte stimulating hormone menekan rasa lapar yang akhirnya
mengurangi asupan makanan dan menyebabkan berkurangnya berat badan.
Melanocortins tidak berfungsi untuk pewarnaan kuliat pada manusia. Peranan
pentingnya dalam tubuh kita hanyalah menekan nafsu makan sebagai respons
terhadap meningkatnya cadangan lemak.
Tetapi Neuropeptida Y dan Melanocortins bukanlah efektor terakhir dalam
control nafsu makan. Messenger kimia pada arcuate nucleus ini sebaliknya
mempengaruhi pengeluaran neuropeptida pada bagian lain dari otak yang
memberikan pengaruh langsung pada asupan makanan. Ada 2 jenis proses pengaturan
asupan makanan, yaitu long term dan short term regulation.
Short Term Regulation
Short term regulation memiliki arti pengaturan dari asupan makanan yang
berhubungan dengan banyaknya jumlah makanan yang dapat diproses oleh sistem
gastrointestinal dalam periode waktu yang diberikan. Misalnya, apabila
seseorang melebihi kapasitas GI tractnya maka ia akan menjadi sakit. Maka dalam
proses makan, ada dua mekanisme yang akan mencegah terjadinya kelebihan
makanan.
1. “Metering” makanan saat melewati mulut
2. Reflex yang disebabkan oleh terjadinya pelebaran GI tract bagian
atas.
Metering makanan memiliki arti reseptor sensoris pada mulut dan faring
mendeteksi banyaknya jumlah kunyahan, air liur, penelanan dan perasaan sehingga
dapat mengkuantitasikan jumlah makanan yang melewati mulut. Dalam suatu cara
yang sampai sekarang masih belum dimengerti, informasi ini akan diteruskan ke
pusat pengaturan makan di hipotalamus untuk menghambat rasa lapar hingga 30
menit sampai satu jam, tetapi tidak lebih. Demikian juga begitu makanan mengisi
lambung dan bagian lain pada GI tract bagian atas, impuls sensoris visceral
(disebabkan terutama karena pelebaran usus) ditransmisikan ke pusat makan dan
menghambat nafsu makan. Melalui cara ini kelebihan makanan pada GI tract dapat
dihindari.
Kolesistokinin sebagai sinyal rasa kenyang
Kolesistokinin (CCK), salah satu dari hormone dalam GI tract yang
dihasilkan oleh mukosa duodenal selama proses pencernaan makanan, adalah sinyal
rasa kenyang yang penting untuk mengatur jumlah makanan yang masuk. CCK
dihasilkan sebagai respon atas adanya nutrient dalam usus halus. Melalui
berbagai macam pengaruh, CCK memfasilitasi pencernaan dan penyerapan nutrient
ini. CCK juga berkontribusi untuk menimbulkan rasa kenyang setelah makanan
dikonsumsi tetapi sebelum makanan itu benar-benar dicerna dan diserap. Kita
sudah merasa kenyang saat makanan yang cukup dapat melengkapi cadangan di dalam
saluran pencernaan walaupun cadangan energi masih rendah. Hal ini menjelaskan
mengapa kita berhenti makan sebelum makanan yang dicerna tersedia untuk
memenuhi kebutuhan energi tubuh.
0 Komentar